
Kasus gugatan Felly dan Virona terhadap teman Facebooknya membuka mata kita bahwa era interaksi dan komunikasi tanpa batas di ranah Web 2.0 melahirkan satu masalah baru yang harus terus diwaspadai, yaitu adanya Gugatan 2.0.
Gugatan 2.0 muncul akibat ketidaksenangan pihak tertentu atas apa yang disampaikan dan ditulis di dunia maya. Baik karena merasa dihina dengan kata-kata kasar atau merasa difitnah dan dituduh semena-mena. Ketidaksenangan ini bisa dilampiaskan dalam bentuk somasi, atau langsung berbentuk gugatan hukum, baik perdana maupun pidana.
Makanya, sayang kalau kasus demi kasus Gugatan 2.0 yang menimpa Prita hingga Ujang tidak diambil hikmahnya. Karena bukan mustahil nanti kita yang justru ketiban sial dan berurusan dengan pihak kepolisian.
Baik sebagai penggugat maupun tergugat, masuk kantor polisi bukanlah hal yang mengenakkan (kecuali kalau saat mengajukan gugatan kita punya niatan tenar dan masuk koran). Jadi, ada baiknya kita belajar dari kasus ini sedini mungkin.
Saya punya sedikit kiat dalam bersuara. Ya, sebagai makhluk sosial, kita pasti selalu bersuara baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Suara itu kita gunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, untuk menyampaikan informasi dan untuk menyuarakan pendapat.
Mudah-mudahan tips singkat ini berguna:
1. Saat bersuara, kita hendaknya waspada dan mawas diri. Cek lagi tulisan sebelum di-submit, mungkin ada kata yang kurang pas untuk ditulis. Begitu juga sebelum suara keluar dari mulut. Dipikir dulu, didemonstrasikan di kepala, apa yang sekiranya terjadi setelah suara itu benar-benar keluar. Apakah akan menciptakan beribu senyum atau malah membuat orang lain murka dan terluka.
2. Saat menangkap suara dari orang lain, berpikirlah positif. Tidak semua orang bisa menyampaikan hal positif dengan bahasa positif. Bila yang dikedepankan adalah pikiran negatif, tidak mustahil terjadi kesalahpahaman: Niat baik dianggap niat jahat. Kebaikan diterima sebagai keburukan.
3. Sebelum bersuara, gunakan senapan cek dan ricek dengan membaca sebanyak mungkin berita dan artikel terkait tema atau masalah yang hendak disuarakan. Semakin banyak tahu, semakin sedikit kesalahan yang mungkin diperbuat.
4. Sebaliknya, sebelum menanggapi suara orang lain, manfaatkan senjata konfirmasi. Sampaikan apapun yang menurut kita perlu dikonfirmasikan dari si empunya suara. Senjata ini akan menghasilkan dialog positif dan kesepahaman antar-dua pihak.
5. Gunakan bahasa ibu dalam bersuara. Karena ibu hanya mengajarkan kebaikan untuk anak-anaknya. (by: iskandarjet/pestablogger)


RSS Feed (xml)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar